• Sang Kreator Legendaris

    Sumber: beritabatavia.com
    Di balik beskap hitam, blangkon dan kumis tebalnya, Suyadi, seniman pecinta anak-anak yang lahir di Puger, Jember 28 November 1932 , adalah pendongeng sejati.

    Pada 1980 hingga 1991, anak ketujuh dari sembilan bersaudara ini pernah terlibat langsung dalam serial Si Unyil. Dari tangannyalah karakter boneka dari konsep cerita yang ditulis Kurnain Suhardiman(alm) itu melegenda dan terus dicintai hingga saat ini. Mereka berdualah pemberi “nyawa” sehingga Unyil dan kawan-kawannya masih hidup dan dicintai hingga saat ini. Selain menjadi art director, Suyadi menciptakan model bonekanya dan memasukan sejumlah karakter baru seperti Pak Raden, Pak Ogah, Bu Bariah dan lain sebagainya. Pada masa jayanya, serial Si Unyil telah mencapai lebih dari 603 seri film boneka, dan menjadi teman pemirsanya di seluruh Nusantara di setiap Minggu pagi.

    Suyadi menyelesaikan studi di Fakultas Seni Rupa ITB Bandung (1952-1960) lalu meneruskan belajar animasi di Prancis (1961-1963). Sejak masih menjadi mahasiswa Suyadi sudah menghasilkan sejumlah karya berupa buku cerita anak bergambar dan film pendek animasi. Keistimewaan Suyadi tidak hanya membuat ilustrasi, tapi juga mempunyai kemampuan menulis ceritanya sendiri. Sebagai pendongeng, Suyadi punya ciri khas mendongeng sambil menggambar. Boleh dibilang, dialah pendongeng pertama di Indonesia, atau bahkan di Asia, yang menuturkan kisah dongeng sambil menggambar.

    Diserang rasa ngilu encoknya yang sering kambuh, Suyadi berkata, “Kalau jarum jam diputar kembali, saya ingin tetap menjadi Suyadi. Tapi pinginnya Suyadi dengan karya yang lebih baik, Suyadi yang bisa lebih banyak berbuat untuk dunia anak-anak, Suyadi yang punya kondisi keuangan yang lebih baik…” katanya berseloroh. Bahkan di usia senjanya kini, Suyadi tetap berkarya. “Tiap hari selalu orat-oret …” candanya suatu hari.

    Ironisnya, Suyadi saat ini terbentur konflik dengan Perum Produksi Film Negara (PPFN) terkait hak cipta Si Unyil. Hak cipta boneka Unyil adalah masih milik PPFN hingga ia tidak dapat menggunakan karakter-karakter ciptaannya tanpa seijin PPFN. Pihak PPFN yang bersikukuh sebagai pendana dalam penciptaan dan pemublikasi tokoh Unyil dan teman-temannya tidak mencantumkan masa berlaku dalam perjanjian antara Suyadi dengan PPFN pada penandatanganan perjanjian penyerahan pengurusan hak cipta atas boneka Unyil pada 1995. Sehingga secara hukum, perjanjian itu berlangsung selamanya.

    PPFN pun telah mendaftarkan hak cipta Unyil kepada Direktorat Jenderal Hak Cipta Paten dan Merek Departemen Kehakiman. Hal ini juga berarti, Suyadi tidak menerima sepeser pun royalti dar penggunaan karakter Unyil dan teman-temannya. Suyadi mengaku memutuskan untuk menyerahkan hak cipta Unyil kepada PPFN dengan alasan pihak PPFN mau menertibkan iklan-iklan yang memakai karakter Unyil.

    Sutradara Riri Riza menyayangkan kealpaan pemerintah dalam apresiasi terhadap peran budayawan. Sebagaimana disarikan dari tempo.co, ia berujar “Dari kasus itu (konflik Suyadi vs PPFN, red), harusnya ada kesadaran tanggung jawab lebih besar pemerintah untuk membantu seniman dan budayawan yang di masa tuanya berada dalam kondisi tak memadai. Penghargaan itu nantinya menjadi 'paspor' agar beliau dapat pelayanan hidup memadai seperti kesehatan atau jaminan pensiun sehingga tak perlu polemik ini terjadi”. (BuKin/SFP-dari berbagai sumber)