• Masa Depan Bangsa di Tangan Perempuan

    Sumber: Istimewa
    Perayaan Hari Kartini, adalah peringatan terhadap hak perempuan memiliki pendidikan seperti kaum laki-laki. Pada zamannya, perjuangan Kartini mengupayakan pendidikan untuk kaum perempuan membuahkan hasil, sekolah wanita bernama Sekolah Kartini.

    Sekolah Kartini berdiri atas dasar pemikiran Kartini tentang posisi perempuan di dalam sistem patriarkis Jawa yang dianggapnya menghambat kemajuan perempuan. Kartini mempertanyakan kenapa perempuan Jawa harus dipingit, tidak boleh bersekolah, dinikahkan dengan laki-laki yang tidak dikenal, bahkan harus bersedia dimadu.

    Hal itu bagi Kartini memiliki akar permasalahan pada agama, mengapa kitab suci hanya dilafalkan dan dihafalkan tanpa diwajibkan untuk dipahami? Dalam pemikiran Kartini muda, agama hanya digunakan sebagai pembenaran bagi laki-laki untuk berpoligami.

    Sekali waktu, Kartini menuangkan buah pikirannya tentang pendidikan bagi perempuan Indonesia, “Alangkah besar bedanya bagi masyarakat Indonesia bila kaum perempuan dididik baik-baik. Dan untuk keperluan perempuan itu sendiri, berharaplah kami dengan harapan yang sangat supaya disediakan pelajaran dan pendidikan, karena inilah yang akan membawa bahagia baginya”. Demikian bunyi suratnya kepada Nyonya Van Kool, Agustus 1901. Sepatah kalimat ini mewakili kegelisahan perempuan dan membawa pengaruh besar bagi generasi penerus Kartini.

    Hari ini, perempuan dan laki-laki memiliki hak yang setara untuk mengenyam pendidikan.  Perempuan bebas berkesempatan mengaktualisasi dirinya, menjajaki jenjang pendidikan setinggi yang ia mau tanpa berbenturan dengan adat dan tradisi, untuk kemajuan dan kemandirian dirinya.
    Namun perempuan tetap memiliki kodrat. Hamil, melahirkan dan menyusui adalah kodrat perempuan. Segala apa yang dipelajari perempuan di bangku sekolah, mempersiapkan perempuan untuk menjalani kodratnya sebagai ibu yang membesarkan anaknya dan yang pertama kali menanamkan nilai-nilai kehidupan pada bibit-bibit generasi penerus. Maka di situlah perempuan sungguh-sungguh memanifestasikan proses hidupnya, termasuk proses pendidikannya. (BuKin/MNR)