• Benda Mungil Bernilai Besar

    Sumber: finance.detik.com
          Miniatur berbagai jenis kendaraan akan menyapa mata kala melintas di bilangan Kalibata, Jakarta Selatan. Kendaraan-kendaraan mini tersebut adalah produksi dari usaha yang ditekuni Marsa'ad atau lebih dikenal sebagai Umar (70) berlabel "UD Senang Anak". Usaha ini sudah ditekuninya sejak 1977, setelah bangkrut dari usaha stempel.. "Awalnya saya usaha pembuatan stempel pada 1972. Namun, karena bangkrut, akhirnya saya mencoba membuat kerajinan. Awalnya coba-coba, mungkin ini yang dimaksud orang-orang, saya bakat," kenang Umar. 
                   
        Awalnya, Umar iseng-iseng membuat kincir angin dengan hiasan orang-orangan. Lambat laun pesanan mulai berdatangan. "Dulu modalnya hanya Rp 800, dan yang saya buat, baru kincir angin. Dari modal segitu, Rp200-nya saya belikan triplek bekas, dapat satu becak penuh triplek," katanya seraya tertawa.
                   
         Semakin hari, model yang dibuatnya semakin bertambah. Kreasinya berkembang menjadi miniatur truk, kereta api, bajaj, mobil, bis Trans Jakarta dan becak. "Yang paling laku bentuk truk ini. Harganya ada yang sampai Rp 100 ribu-an," jelasnya.
                   
        Lelaki asal Serang ini menuturkan, penjualannya saat ini memang tidak selaris sebelum krisis moneter melanda Indonesia 1998 silam. Saat itu, penjualannnya per hari bisa mencapai 40-100 buah per hari.  Tidak heran jika omzetnya waktu itu bisa menembus angka hingga Rp 40 juta per bulannya. "Kalau dulu perbulan bisa 400-an yang terjual. Tapi beda dengan sekarang, kadang hanya laku lima buah," tuturnya.
                   
          Lebih jauh dirinya menjelaskan, selain pengrajin semakin sedikit, saat ini modal juga tidak mudah didapat. "Waktu itu mau meminjam ke BRI, tapi tidak jadi karena saya tidak punya jaminan,“ kata Umar.
                   
        Harga yang ditawarkan per buah memang tidak bisa terbilang murah. Semua lantaran miniatur yang dihasilkan benar-benar buatan tangannya. "Kisaran harganya paling murah Rp 40 ribu sampai Rp 300 ribu," akunya.

          Kincir angin buatan Umar tak hanya digemari masyarakat sekitar namun juga oleh negara-negara lain. Tak jarang pesanan datang dari Australia, bahkan ada pesanan langsung dari Jerman dan Belanda.

        "Dari Belanda ada yang minta 300 buah perbulan. Tapi saya belum sanggup karena semua dikerjakan sendiri dan hanya dibantu beberapa orang. Jadi, 300 buah baru siap dalam  beberapa bulan. Biasanya orang Belanda itu datang langsung untuk mengambil pesanannya," tutur Umar. Di Belanda, kerajinan buatan Umar harganya bisa melambung menjadi Rp 600 ribu hingga Rp 700 ribu per buahnya.

          Meski begitu, Umar menyesalkan minat generasi muda yang menyepelekan kerajinan miniatur ini. Bahkan, kelima anaknya pun enggan meneruskan usahanya meskipun menjanjikan. Padahal, bahan baku pembuatan miniatur ini tidak susah didapat,  hanya berasal dari kayu, triplek, paku kecil, dan beberapa jenis plastik.

       "Bahan baku tidak sulit dicari. Yang sulit itu orang yang membuatnya. Waktu membuat satu miniatur memang tidak tentu. Ada yang sampai satu bulan baru selesai, dan ada yang satu hari bisa dibuat dua jenis miniatur," jelasnya. (BuKin/EAS)