• DILARANG MELARANG! (Part 2)

    Sumber: Istimewa

          Sejak kehadiran mobil mewah yang menerobos lampu merah itu dalam kehidupanku, aku tidak bisa hidup tenang. Aku tidak ada gairah hidup. Aku tidak ada nafsu makan, tidak ada nafsu minum bahkan tidurpun tak bernafsu. Keterlaluan! Benar-benar keterlaluan mobil mewah yang menerobos lampu merah itu, Tapi kenapa semua orang bungkan bahkan polsi-polsi lalu lintas di pos polisi lampu merah itu tidak berkutik dibuatnya. Kenapa? Apa alasannya? Ini tak bisa dibiarkan. Aku harus bertindak!

          Mobil mewah yang menerobos lampu merah itu datang dalam mimpiku. Ia menghantuiku. Seluruh kehidupanku dikorupsi habis olehnya. Aku jadi banyak melamun tentangnya. Kadang-kadang aku melamun di kelas, melamun di perpustakaan, melamun di dalam mimpi,  melamun di kantin bahkan kadang-kadang aku melamun di toilet. Dan tahukah apa yang sering aku bilang ketika hendak membuang hajat? Aku sering bilang begini, ”Pergilah kau mobil mewah penerobos lampu merah bersama tinjaku yang busuk ini!”

          Dilarang melarang! Kutumpahkan kekesalanku pada mobil mewah yang menerobos lampu merah itu dengan kekesalan yang meluap-luap. Ini tak bisa dibiarkan lagi. Akan kutuntaskan semuanya. Mobil mewah yang menerobos lampu merah itu harus membayar mahal atas penderitaanku selama ini. Dan malam ini aku memutar otak untuk berpikir apa yang akan kulakukan besok. Tenagaku benar-benar terkuras habis malam ini. Karena besok aku akan menghadap ke kantor polisi untuk memrotes mobil mewah penerobos lampu merah itu dan bila perlu polisi-polisi lampu merah itu dipecat saja sekalian karena lalai. Darahku benar-benar mendidih malam ini. Aku tidak bisa tidur malam ini.

          Dilarang melarang! Hari sudah pagi. Aku sudah di jalan raya. Aku menunggu bajaj yang biasa kutumpangi. Lama-lama timbul juga kekesalanku karena sopir bajaj itu belum datang-datang juga dengan bajaj bututnya. Aku mengomel-ngomel, “Dasar bajaj butut. Sok jual mahal lagi. Emang aku gak bayar apa !” Keterlaluan juga bajaj butut itu bentakku.

          Sebuah mobil tiba-tiba berhenti di hadapanku. Seorang pemuda dalam mobil itu menyilakanku untuk naik. Tanpa pikir panjang lagi akupun segera naik. Nikmat juga kurasakan sepanjang perjalanan selama berada dalam mobil mewah ini. Aku terus mengomel tentang mobil mewah penerobos lampu merah itu. Sehingga, ketika kusadari bahwa diriku telah berada di kantor polisi sekarang. Aku benar-benar terkejut dibuatnya. Mobil mewah ini benar-benar telah menolongku. Menolong untuk menumpas ketidakadilan.

          Ketika berhadapan dengan kepala polisi itu, aku mengumpulkan kekuatan dan berkata dengan penuh percaya diri.

          “Pak,tolong berlaku adil. Tolong pecat anak buah bapak yang bertugas di pos polisi lampu merah itu.”
          “Apa alasannya?” tanya kepala polisi itu
          “Anak buah bapak membiarkan mobil mewah menerobos lampu merah.”
          “Benar begitu?”
          “Benar,Pak.”

          Akhirnya, kepala polisi itu memanggil seseorang dari dalam. Tak lama kemudian muncul seseorang yang tak asing bagiku, seorang pemuda yang memberikan tumpanan gratisnya padaku tadi. Lagi-lagi aku terkejut dibuatnya. Lalu kamipun bergegas ke tempat parkir untuk segera menuju pos polisi di lampu merah itu untuk memaki polisi-polisi lalu lintas yang loyo. Bila perlu dipecat saja sekalian karena lalai membiarkan mobil mewah menerobos lampu merah itu. Dan mobil mewah penerobos lampu merah itu harus diberi sanksi dan ditindak pidana.

          Tapi ketika mendekati tempat parkir. Aku tak dapat meneruskan langkah. Kakiku seakan berat mengayun. Bibirku bergetar. Mataku seakan mencuat keluar. Darahku mendidih seketika itu. Seperti ada yang menjalar. Kurasakan ada yang aneh. Aku seperti dihantam gelombang dahsyat.

          “Tunggu!” kataku spontan membuat kepala polisi dan pemuda itu terkejut.

          Aku memerhatikan mobil yang terparkir di hadapanku dengan mata terbelalak lebar. Waduh gawat! Aku bergumam. Ya Tuhan… gawat! Mobil mewah penerobos lampu merah itu ada di hadapanku sekarang. Ia hadir lagi. Ia terus membuntutiku. Ia benar-benar menantangku. Lihat saja, dia tetap berdiri dengan kepongahannya. Ini tak bisa dibiarkan lagi. Aku akan segera bertindak.  Ini  kesempatan emas buatku. Ia harus membayar semuanya hari ini. Tapi dimanakah pemiliknya. Mataku sibuk mencari-cari pemiliknya. Tak tertahankan lagi aku bertanya.

          “Pak, siapakah pemilik mobil ini?”
          “Anak saya.” jawab kepala polisi itu.
          “Dimanakah anak Bapak sekarang?”
         “Ini anak saya.” jawab kepala polisi itu sambil menunjuk pemuda yang sejak tadi bersama kami dengan matanya.

    Dilarang melarang! Masya Allah, bukankah mobil mewah ini yang membawaku kemari. Subhanallah, bukankah pemuda ini yang memberikan tumpangan gratis padaku. Astagfirullah, bukankah mobil mewah ini yang menerobos lampu merah itu. Tiba-tiba aku menjerit.

          “Tidaaaaakkkkkk……….!!!!!! DILARANG MELARANG!”. (BuKin/MG)